Terkadang, saat aku merasa seluruh dunia memalingkan wajahnya dariku, aku berharap bumi ini berhenti saja berputar. Tapi kemudian aku sadar bahwa aku bukanlah poros dunia. Sekalipun otakku berhenti bekerja karena satu dan lain alasan, atau meskipun setiap helai otot dalam tubuhku menolak bergerak, bahkan bila paru-paruku berhenti menghirup udara dan jantungku berhenti berdenyut; bumi masih akan berputar. Dunia belum akan kiamat.
Kiamat ini hanya milikku sendiri. Hanya aku yang bisa merasakan gelegak panas lava dalam dada yang kemudian membuncah dan mengaliri tebing-tebing wajahku sebagai sungai lahar. Lalu ada gigil yang serupa gempa yang meruntuhkan segala prinsip dan pegangan hingga tak ada lagi yang tersisa. Banjir air mata, keringat, dan darah yang seperti berasal dari mata air zamzam, tak pernah mengering, tak berhenti membanjir hingga hidupku terbenam sepenuhnya. Aku habis. Aku kiamat.
Matahari tetap terbit dan tebenam seperti tak pernah terjadi apa-apa. Penyiar radio tetap ceria. Orang-orang tetap menyesap kopinya dan pergi bekerja. Sementara aku sedang 'menikmati' mati.
No comments:
Post a Comment