Friday, February 22, 2013

Just A Glimpse...

A Glimpse Into 'Street Ballad: A Jakarta Story'



Street Ballad: A Jakarta Story



Tuips, pernah nonton film dokumenter??
Eh, sebentar, saya ubah pertanyaannya. Pernah nonton film dokumenter di bioskop? Iya, di XXI atau Blitz Megaplex..??

Kalau belum, mungkin bulan Juli nanti kita bisa mengalami nonton film dokumenter di bioskop. Bukan sekedar film dokumenter, tapi film dokumenter yang bagus!

Film dokumenternya sendiri adalah film lokal (Indonesia) meskipun disutradarai dan diproduseri oleh orang bule, Daniel Ziv. But, I myself don’t consider him as bule anymore since he already lived and worked in Indonesia for so many years and he speaks Bahasa very fluent.

Judul filmnya Jalanan (“Streetside”). Film ini adalah film dokumenter musik yang menceritakan kehidupan pengamen jalanan (pengamen bis lebih tepatnya) di Jakarta, Ibukota Indonesia. Ada tiga orang pengamen yang kehidupan sehari-harinya disorot oleh kamera Daniel, mereka adalah Boni, Ho, dan Titi. Dan mereka bukanlah pengamen sembarangan. Mereka pengamen yang stand-out, punya kepribadian, dan berkharisma.

Pada tanggal 5 Februari yang lalu saya diajak oleh seorang teman untuk datang ke SAE Institute di fX Jakarta menyaksikan pemutaran film Street Ballad (Balada Anak Jalanan) perdana di Indonesia (perdana yang dilihat banyak orang). Film berdurasi 52 menit ini adalah versi yang lebih pendek dan lebih bersih dari film Jalanan itu sendiri. Dibuat untuk keperluan film dokumenter TV di ITVS International dan PBS Television. Dan menurut Daniel, film ini mendapat sambutan yang cukup baik di Amerika sana. *applause*

Film Street Ballad fokus pada satu pengamen wanita yang bernama lengkap Titi Juwariyah. Selama empat tahun Titi diikuti oleh Daniel dan Meita—sang sound woman, ke manapun dia pergi. Bayangkan, empat tahun! Film ini merekam nyaris semua bagian dalam hidup Titi. Tidak hanya pekerjaannya yang melompat dari satu bis ke bis lain, tapi juga kehidupan pribadinya, dari sejak ia masih menikah sampai bercerai, dari Ayahnya masih ada sampai meninggal.

Ernest Hariyanto selaku editor mengaku cukup kesulitan dalam memilih kisah mana yang akan ditampilkan dalam film. Karena selama empat tahun shooting tentunya banyak hal yang dialami Titi dan kawan-kawan. Beberapa di antaranya sangat menyentuh atau bisa jadi sangat menginspirasi. Tapi alasan itu saja tidak cukup, Ernest harus membuat ceritanya mengalir, kisah yang dipilih harus berhubungan satu sama lain. Dan itu bukan pekerjaan mudah, butuh waktu dua tahun untuk mengedit semua video hasil rekaman Daniel selama empat tahun yang berdurasi total 200 jam!

Wow, itu berarti total waktu produksi film dokumenter ini adalah enam tahun, saudara-saudara...!!!

Berhubung ini adalah film dokumenter musik maka musik jadi bagian yang sangat penting dalam film ini. Meita Eriska yang dulunya juga seorang pengamen mendapatkan bimbingan dari Daniel sendiri untuk menjadi seorang sound woman dalam produksi film ini. Dan hasilnya luar biasa! She’s natural..

Sesi tanya-jawab setelah pemutaran film Street Ballad menjadi sangat menarik karena Titi hadir di sana, begitu pun Ho dan Boni. Dan tentu saja Titi yang menjadi bintang podium malam itu. Dia lah yang laris dihujani pertanyaan dari para penonton yang antusias ingin tahu bagaimana Titi berkenalan dengan Daniel? Apa Titi tidak merasa risih dibuntuti oleh Daniel hampir setiap hari selama empat tahun? Apa harapan Titi terhadap film ini? And so on and so on...

Malam itu saya pulang membawa sebuah kesan di hati saya. Sejak saat itu saya tidak bisa lagi melihat pengamen dengan cara yang sama.