Tuesday, September 10, 2013

Malaikat Maut

Aku ingin mati, tapi tak punya nyali untuk bunuh diri.

Pernah aku membeli sekaleng obat nyamuk cair. Tapi hidungku sakit dan mataku berair saat aku mencoba mencicipinya. Jadi kaleng itu berakhir di kamar Mbok Sum yang banyak nyamuknya.

Aku pernah juga berpikir untuk loncat dari menara sutet. Tapi baru dua langkah, kakiku sudah gemetaran. Aku takut ketinggian.

Aku juga takut darah. Jadi mengiris pergelangan bukanlah pilihan.

Semalam malaikat maut datang membawa tali. Dan aku gagal menaruhnya di batang leherku.

“Aku ingin mati, tapi tak punya nyali untuk bunuh diri. Mengapa tidak kau bunuh saja aku?”


“Tugasku mencabut nyawa, bukan membunuh.”


Monday, September 2, 2013

Di Mana Semuanya Berakhir

“Di sana.” Kau menunjuk satu bintang di langit. Aku tak yakin bintang mana yang kau maksud, karena mereka begitu jauh dan alangkah banyaknya. Tapi saat aku bertanya dalam hati bintang mana yang kau maksud, tiba-tiba satu bintang berkelip, seperti memberi jawaban.

Itukah dia?

“Cantik sekali,” kataku yang terdengar seperti omong kosong, karena sebenarnya mereka semua terlihat sama dari bawah sini.

“Dulu, ia adalah wanita tercantik di muka bumi. Sekarang, ia menjadi bintang tercantik di langit. Bukankah aku sangat beruntung?” tanyamu.


Dan aku seketika tahu, di sinilah aku harus berhenti mencintaimu, karena kamu tak pernah berhenti mencintainya, meskipun ia telah tiada.