“Cemplung!
Cemplung!” akhirnya dua kaki saya mendarat di pulau Lombok. Turun dari fast boat yang mengantar saya dari
Padang Bai Bali ke Teluk Nara Lombok. Sampai di Teluk Nara saya dan travel mate saya masih agak-agak jetlag (nyawa belum ngumpul semua lebih
tepatnya karena tidur sepanjang perjalanan kapal). Jadi saat ditanya oleh
orang-orang yang menawarkan jasa transportasi berupa travel, kami kebingungan.
Akhirnya saya sebutkan saja satu-satunya nama penginapan di Senggigi yang saya
tahu dari rekomendasi seorang teman, “Santai Beach Inn”. Harga travel 200 ribu
per mobil (mobilnya APV tapi kapasitas maksimal hanya 4 orang), mahal memang,
tapi tidak ada pilihan lain karena kami bingung juga mau ke mana dan tidak
tampak ada kendaraan umum di sekitar situ. Padahal kalau mau jalan sedikit ke
jalan raya kami sebenarnya bisa menunggu bemo (angkot) di pinggir jalan yang
memang lewatnya jarang-jarang. Beruntung ada sepasang bule yang mau sharing dengan kami. Jadi ongkos 200 rb
dibagi berempat, deal!
Wow....
Sepanjang perjalanan dari Teluk Nara sampai ke Mangsit (ternyata Santai Beach
Inn letaknya di Jl. Mangsit, belum sampai Senggigi) kami tak henti-henti
berdecak kagum demi melihat pemandangan yang sempurna di bawah siraman sinar
matahari maksimal. Laut biru di sebelah kanan jalan dan bukit gersang kecoklatan
di sebelah kiri menghasilkan panorama yang eksotik. Jalanannya sepi jali dan
mulus lus lus lus tanpa cela.. Hot mix hitam berkilauan memantulkan cahaya
matahari yang siang itu terik luar biasa. Lambat laun bukit gersang kecoklatan
berganti dengan bukit hijau menyegarkan, masih berhadapan dengan laut biru
mempesona, kami melewati Nipah Hills.
Setelah 20 menit
perjalanan yang rasanya seperti obat tetes mata – menyegarkan, kami akhirnya
sampai di Santai Beach Inn. Kesan pertama, hmm... Sejuk! Dari pintu masuk
tempat ini lebih mirip hutan atau kebun ketimbang penginapan. Pohon-pohon
tinggi, semak-semak rimbun, pokoknya adem! Konsep kamarnya adalah cottages,
jadi masing-masing kamar terpisah oleh rimbun tumbuh-tumbuhan. Ada dua kamar
standard yang tipenya rumah monyet, kamar tidur di atas, di bawah bale-bale
untuk bersantai dan ngobrol-ngobrol. Kamar mandi semi outdoor dengan WC jongkok
untuk kamar standard. Sayang kami lupa melihat-lihat isi kamar yang levelnya di
atas standard, tapi bentuknya cottage biasa, bukan rumah monyet seperti kamar
standard. Semua kamar di sini tanpa AC, hanya ada kipas angin kecil di sisi
tempat tidur yang tidak pernah kami nyalakan karena kami lebih butuh colokannya
untuk charge hp dan segala gadget. Angin bisa kami dapatkan
cuma-cuma di kamar hanya dengan membuka jendela. Satu hal yang agak mengganggu
adalah paduan suara tonggeret yang nyaring bunyinya, sangat nyaring sampai
memekakkan telinga! Tapi untungnya serangga-serangga itu hanya bernyanyi di
siang hari. Tapi malamnya pun suasana masih ramai dengan suara jangkrik dan
binatang entah apa yang syahdu membalut malam. Benar-benar penginapan bernuansa
natural.
Santai Beach Inn
terletak di Jalan Mangsit, yaitu jalan tempat villa-villa dan resort-resort
mewah berdiri. Di balik resort-resort mewah itu tentunya ada private beach yang jadi andalan mereka.
Nah, karena berada sejalan dengan mereka maka otomatis Santai Beach Inn juga
dapat jatah private beach meskipun tidak
langsung di belakang penginapan. Halaman belakang Santai Beach Inn tidak
berbatasan dengan pantai seperti resort-resort itu, melainkan dengan batu. Jadi
kalau ingin main air laut atau mantai kita harus berjalan sedikit ke kanan
menuruni pijakan batu. Dan kalau kita berjalan sepanjang pantai itu kita bisa
lihat fasilitas resort-resort mewah tetangga sebelah. Kolam renang dan
kursi-kursi tidur menghadap ke laut, kamar massage terbuka ke pemandangan laut,
restaurant dengan pemandangan laut, dan sebagainya dengan view langsung laut dan pantai. Huh! (ceritanya nyinyir).
Overall, Santai Beach Inn tidaklah buruk
sebagai pilihan penginapan di sekitar Senggigi. Dari Jalan Mangsit ke keramaian
Senggigi hanya sekitar lima menit saja dengan kendaraan. Rate yang ditawarkan
(2012) adalah Rp. 110 rb untuk single (1 orang) dan Rp. 160 ribu untuk double
(2 orang) per kamar standard, belum termasuk pajak tapi sudah termasuk sarapan.
Sarapan yang unik, tiga potong pisang goreng dan dua potong pepaya untuk setiap
orang ditambah teh/kopi. Oiya, di sini juga ada wifi tapi untuk dapat
passwordnya harus bayar kalau tidak salah Rp. 20 rb. Lebih menarik lagi
penginapan ini punya perpustakaan mini di bale-bale tempat makan/nongkrong.
Seperti yang bisa diduga rak bukunya didominasi oleh buku-buku lama dan
buku-buku itu bisa dibeli dengan harga Rp. 50 ribu untuk buku > 500 halaman
dan Rp. 40 ribu untuk buku < 500 halaman. Mereka juga mau membeli (buy/buy back) buku dengan harga setengah
dari harga jual tadi.
Pagi harinya
saya dan travel mate saya melakukan yoga di halaman belakang penginapan.
Langsung di atas pasir tanpa alas dengan pemandangan laut biru dan suara debur
ombak mengiringi. Kapan lagi?? ;)
[Senggigi, 15 November 2012]
No comments:
Post a Comment