Chris : “How much money will you take for both
of your eyes?”
Me : “Excuse me?”
Chris : “Let’s say somebody will give a lot of
money to take your eyes, how much do you think it worth? USD 40 million??”
Me : “Hmm, sorry.. Not for sale..”
Chris : “See? It’s not about the money. It’s
about the opportunity to experience things. You will never exchange the
opportunity to see the world with bunch of money, no matter how much.”
Itu adalah secuil cuplikan percakapan saya dengan seorang traveler asal
Austria, sebut saja Chris. Ini adalah bulan keduanya dari enam bulan rencana
perjalanannya keliling Asia.
Chris bertemu Gus – seorang traveler asal Spanyol, di Lombok, lalu mereka
bergabung untuk share room di Bali.
Gus adalah seorang couchsurfer
kenalan Anna – my travel mate, lalu
mereka (Anna dan Gus) janjian untuk bertemu di Bali. Begitulah saya pun
berkenalan dengan Gus dan Chris.
Gustav is a very nice guy and a
very good example of couchsurfer. Tapi bagi saya Chris lebih menarik (not in attractive way – if you know what I
mean). Chris adalah seseorang yang sangat filosofis. Saat kami sedang
membicarakan sebuah topik, dia bisa tiba-tiba merespon dengan kalimat-kalimat
ajaib yang filosofis. Surprising moment
yang kadang membuat saya tertawa geli, tapi kadang juga membuat saya
mengangguk-angguk mafhum.
Di malam terakhir kami di Bali, kami duduk-duduk di atas pasir pantai
Kuta yang malam itu masih juga ramai orang. Karena Anna sudah mengobrol seru
dengan Gus, maka saya dan Chris mau tak mau harus berbagi dalam diam. Lambat
laun obrolan berat tentang kehidupan, keyakinan, masa lalu, dan masa depan
mengalir seperti ombak yang saling mengantarkan.
Chris membagi cerita tentang salah satu pengalaman hidup yang mengubah
hidupnya sekarang. Mungkin itu adalah obrolan terdalam yang pernah saya lakukan
dengan orang yang baru saya kenal. “Wow, that was quite deep conversation that
you won’t have everyday with every person” kata Chris, dan saya hanya
tersenyum...
Tanpa terasa malam bergulir semakin jauh. Waktu yang mempertemukan kami, waktu
juga yang akhirnya memisahkan kami. Walaupun secara teknis kami baru bertemu
dan jalan bareng satu hari, tapi satu hari di Bali itu akan menjadi satu hari
yang tidak mudah terlupakan. Selain karena pengalaman jalan yang seru (sengaja
nyasar-nyasar mencari peristiwa), obrolan yang membuat kami merasa sudah kenal
bertahun-tahun membuat pelukan perpisahan malam itu sulit dilepaskan.
Chris : “In the end, everything is gonna be
fine”
Me : “If it’s not fine, then it’s not the
end” (Then we ‘high-five!’)
Satu lagi kalimat Chris yang masih saya ingat sampai sekarang:
“What is the most amazing thing
that happen today? It is that you are ALIVE.”
[This note is dedicated to Chris,
for our one night-friendship]
~ Senggigi, 9 November 2012 ~
No comments:
Post a Comment