“Ternyata Indonesia itu sempit
ya?” Pendapat konyol ini saya ungkapkan saat lagi-lagi bertemu dengan orang (tourist or traveler) yang sama di
beberapa tempat sepanjang Flores. Mulai dari Pelabuhan Sape, Labuan Bajo, Pulau
Komodo, kembali ke Labuan Bajo, Ruteng, Bajawa, Ende, hingga ke Moni (Taman
Nasional Danau Kellimutu). Jika saya melanjutkan perjalanan sampai ke Maumere
dan Larantuka, bisa jadi saya juga masih akan bertemu mereka lagi. Yah, apa
boleh buat? Rute tersebut memang rute wisata yang paling umum di Flores – mainstream istilah anak sekarang, se-mainstream rute Bali – Rinjani – Gili
Trawangan.
Mainstream-short trip incaran turis lokal dan mancanegara adalah
senang-senang di Bali, susah-payah di Rinjani, dan terakhir chill-out di Gili. Ini sudah yang paling
mainstream. Apalagi kalau kita memilih stay
di Gili Trawangan. Dengan mudah kita akan dapat mengenali wajah-wajah yang
sebelumnya kita temui sepanjang jalur pendakian Rinjani. Saya sendiri dengan
mudah menemukan teman-teman sependakian Rinjani di Gili Trawangan, bahkan
sebelum saya menemukan tempat menginap. Padahal mereka telah tiba di Gili satu
hari lebih awal (setelah 'turun gunung' yang mengakibatkan 'turun mesin', saya memilih istirahat di Senggigi satu hari lebih lama dari
mereka ).
Nah, mainstream-longer trip would
be: Bali-Rinjani-Gili-Sumbawa-Flores (bahkan mungkin sampai ke Alor). Teman yang saya temui di bis menuju
Moni (seorang pria asal Switzerland yang hampir saja berbagi kamar dengan saya di
Moni, ehm!), bertemu seorang Jerman di Rinjani, dan mereka bertemu lagi di
Moni. Betul kan? Lo lagi lo lagi judulnya.
Well, sebetulnya tidak semua orang mengambil jalur yang sama sih. Ada
yang memotong jalur Sumbawa dengan naik pesawat dari Lombok langsung ke Labuan
Bajo. Yang ini jelas tujuannya adalah Pulau Komodo. Tipikal turis yang hunting spot diving atau snorkling. Sebagian
turis memilih memotong jalur darat Sumbawa karena mungkin tidak ada obyek
wisata di Sumbawa yang menarik bagi mereka. Kecuali bagi para peselancar,
mereka mungkin tidak ingin melewatkan Sumbawa karena di Sumbawa Barat ada
ombak-ombak ganas yang menunggu untuk ditaklukkan. Saya termasuk yang tidak
melewatkan Sumbawa, bukan yang tipe peselancar juga sih. Hanya yang berusaha
menyinggahi sebanyak-banyaknya tempat dengan seirit-iritnya budget. Hehehe ....
Beruntung saya keluar dari
itinerary semula sehingga saya terhindar dari kutukan 4L (Lo Lagi Lo Lagi) yang berkepanjangan. Saya
keluar dari jalur mainstream
sementara dengan stay di Calabai
(yang ini sama sekali bukan mainstream)
selama satu minggu. Dengan begini saya tidak bertemu dengan turis-turis yang
saya temui di Rinjani dan Gili Trawangan karena kemungkinan besar mereka telah
loncat sampai ke Flores pada saat saya selesai bermeditasi di Calabai. Tapi
begitu saya memulai kembali jalur mainstream dari Pelabuhan Sape, kutukan 4L
itu tak mampu saya elakkan lagi. Kebanyakan bule yang satu ferry dengan saya
dari Pelabuhan Sape akan saya temui lagi dan lagi hampir di setiap kota di
Flores. Pasangan Perancis yang mengendarai motor dari Bali, dua orang pemuda
dan seorang gadis 18 tahun asal Switzerland, seorang solo traveler asal
Belanda yang beli motor di Jakarta, beberapa solo traveler dari Jerman,
Switzerland, dan Austria. Mereka adalah teman seperjalanan (lebih tepatnya teman yang
sering ketemu di jalan) sepanjang Flores.
Sayang sekali saya sama sekali
tidak bertemu sesama traveler lokal
sepanjang perjalanan di Flores. Semua turis yang saya temui di setiap
persinggahan di Flores adalah turis mancanegara. Bahkan turis-turis mancanegara
itu juga agak bingung melihat saya yang memperkenalkan diri sebagai turis
lokal, ada di antara mereka.
No comments:
Post a Comment