Tuesday, March 19, 2013

Indonesia Sempit?


“Ternyata Indonesia itu sempit ya?” Pendapat konyol ini saya ungkapkan saat lagi-lagi bertemu dengan orang (tourist or traveler) yang sama di beberapa tempat sepanjang Flores. Mulai dari Pelabuhan Sape, Labuan Bajo, Pulau Komodo, kembali ke Labuan Bajo, Ruteng, Bajawa, Ende, hingga ke Moni (Taman Nasional Danau Kellimutu). Jika saya melanjutkan perjalanan sampai ke Maumere dan Larantuka, bisa jadi saya juga masih akan bertemu mereka lagi. Yah, apa boleh buat? Rute tersebut memang rute wisata yang paling umum di Flores – mainstream istilah anak sekarang, se-mainstream rute Bali – Rinjani – Gili Trawangan.

Mainstream-short trip incaran turis lokal dan mancanegara adalah senang-senang di Bali, susah-payah di Rinjani, dan terakhir chill-out di Gili. Ini sudah yang paling mainstream. Apalagi kalau kita memilih stay di Gili Trawangan. Dengan mudah kita akan dapat mengenali wajah-wajah yang sebelumnya kita temui sepanjang jalur pendakian Rinjani. Saya sendiri dengan mudah menemukan teman-teman sependakian Rinjani di Gili Trawangan, bahkan sebelum saya menemukan tempat menginap. Padahal mereka telah tiba di Gili satu hari lebih awal (setelah 'turun gunung' yang mengakibatkan 'turun mesin', saya memilih istirahat di Senggigi satu hari lebih lama dari mereka ).

Nah, mainstream-longer trip would be: Bali-Rinjani-Gili-Sumbawa-Flores (bahkan mungkin sampai ke Alor). Teman yang saya temui di bis menuju Moni (seorang pria asal Switzerland yang hampir saja berbagi kamar dengan saya di Moni, ehm!), bertemu seorang Jerman di Rinjani, dan mereka bertemu lagi di Moni. Betul kan? Lo lagi lo lagi judulnya.

Well, sebetulnya tidak semua orang mengambil jalur yang sama sih. Ada yang memotong jalur Sumbawa dengan naik pesawat dari Lombok langsung ke Labuan Bajo. Yang ini jelas tujuannya adalah Pulau Komodo. Tipikal turis yang hunting spot diving atau snorkling. Sebagian turis memilih memotong jalur darat Sumbawa karena mungkin tidak ada obyek wisata di Sumbawa yang menarik bagi mereka. Kecuali bagi para peselancar, mereka mungkin tidak ingin melewatkan Sumbawa karena di Sumbawa Barat ada ombak-ombak ganas yang menunggu untuk ditaklukkan. Saya termasuk yang tidak melewatkan Sumbawa, bukan yang tipe peselancar juga sih. Hanya yang berusaha menyinggahi sebanyak-banyaknya tempat dengan seirit-iritnya budget. Hehehe ....

Beruntung saya keluar dari itinerary semula sehingga saya terhindar dari kutukan 4L (Lo Lagi Lo Lagi) yang berkepanjangan. Saya keluar dari jalur mainstream sementara dengan stay di Calabai (yang ini sama sekali bukan mainstream) selama satu minggu. Dengan begini saya tidak bertemu dengan turis-turis yang saya temui di Rinjani dan Gili Trawangan karena kemungkinan besar mereka telah loncat sampai ke Flores pada saat saya selesai bermeditasi di Calabai. Tapi begitu saya memulai kembali jalur mainstream dari Pelabuhan Sape, kutukan 4L itu tak mampu saya elakkan lagi. Kebanyakan bule yang satu ferry dengan saya dari Pelabuhan Sape akan saya temui lagi dan lagi hampir di setiap kota di Flores. Pasangan Perancis yang mengendarai motor dari Bali, dua orang pemuda dan seorang gadis 18 tahun asal Switzerland, seorang solo traveler asal Belanda yang beli motor di Jakarta, beberapa solo traveler dari Jerman, Switzerland, dan Austria. Mereka adalah teman seperjalanan (lebih tepatnya teman yang sering ketemu di jalan) sepanjang Flores.

Sayang sekali saya sama sekali tidak bertemu sesama traveler lokal sepanjang perjalanan di Flores. Semua turis yang saya temui di setiap persinggahan di Flores adalah turis mancanegara. Bahkan turis-turis mancanegara itu juga agak bingung melihat saya yang memperkenalkan diri sebagai turis lokal, ada di antara mereka.


No comments:

Post a Comment